Kamis, 20 November 2014

BIMBINGAN TEKNIS PENGOLAHAN B3 TAHUN 2014



YOGYAKARTA—Meningkatnya penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) pada berbagai sektor industri  sudah sangat memprihatinkan. Padahal pengelolaan B3 yang salah dapat berdampak buruk, yaitu menimbulkan kecelakaan dan penyakit yang mengganggu lingkungan dan manusia.

Mengingat pentingnya pengelolaan B3 secara benar, maka 6 Eco-region Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang ada di Indonesia mengadakan acara Bimbingan Teknis Pengelolaan B3. Acara yang diselenggarakan di Yogyakarta ini dibuka oleh Kepala Pusat Pengelolaan Eco-region Yogyakarta pada 19 Agustus 2014. Dalam pembukaan itu Kepala Pusat Pengelolaan Ecoregion Yogyakarta didampingi Dra. Halimah S.,M.Si yang merupakan Staf Ahli Bidang Lingkungan Global KLH.

Bimbingan Teknis Pengelolaan B3 ini diadakan oleh Asisten Deputi Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun Deputi IV, KLH. Peserta kegiatan ini terdiri dari perwakilan staf KLH, pemerintah daerah (kota/provinsi), swasta, LSM dan perwakilan perguruan tinggi.

Acara Bimbingan Teknis Pengelolaan B3 pada sesi pertama di hari pertama (19/8) menampilkan tiga pembicara. Mereka adalah Dra. Halimah S., M.Si dengan materi Kebijakan Pengelolaan B3 dan Kerja Sama Internasional, Nixon dengan materi Draf PP Pengelolaan B3, dan Fery Huston dengan materi Konsekuensi Ratifikasi Implementasi Konvensi Minamata bagi Indonesia. Ketiga pembicara ini berasal dari KLH.

Dalam pemaparannya, Halimah menyatakan bahwa kebijakan pengelolaan B3 dan kerja sama internasional dilatarbelakangi empat hal. Pertama, mulai meningkatnya jenis dan jumlah impor B3,  serta mulai meningkatnya penggunaan B3 pada berbagai sektor Industri. Kedua, bertambahnya daftar bahan kimia yang diatur dalam Konvensi Stockholm dan Konvensi Rotterdam. Ketiga, ternyata sebagian besar barang  konsumtif yang digunakan dalam rumah tangga berpotensi mengandung B3. Keempat, dampak  negatif pengelolaan  B3 yang tidak sesuai peraturan adalah berupa pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan.

Pembicara selanjutnya, Nixon, memaparkan materi tentang    Draf PP Pengelolaan B3. Menurutnya, salah satu tujuan diadakannya Bimbingan Teknis Pengelolaan B3 adalah untuk mendiskusikan segala permasalahan yang berhubungan dengan pengelolaan B3. Kemudian ia mengatakan bahwa masukan dari para pemangku kepentingan yang terlibat dalam acara Bimbingan Teknis Pengelolaan B3 ini diperlukan pemerintah untuk merevisi PP 74/ 2001 tentang pengelolaan B3.

Sementara itu, Fery Huston yang bertindak sebagai pembicara ketiga menyatakan bahwa konvensi Minamata menetapkan pengurangan penggunaan merkuri dalam lingkungan dan masyarakat internasional, termasuk Indonesia. Sebagai konsekuensinya, kita harus segera mencari bahan pengganti merkuri yang lebih ramah lingkungan. Pasalnya, merkuri selama ini digunakan dalam bidang kosmetik, lampu pijar. dan industri pertambangan.

Pada sesi berikutnya ada tiga pembicara juga, yaitu Direktur Informasi Kepabean dan Cukai Dirjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, dengan materi Kebijakan Kepabean Nasional Terkait Pengelolaan B3; Unit Pelayanan Terpadu KLH dengan materi Mekanisme Pelayanan Terpadu Proses Registrasi B3 dan Rekomendasi Pengangkutan B3; dan Asdep Pengelolaan B3 dengan materi Registrasi dan Notifikasi Negara Pengimpor atau Swasta yang Memasukkan B3.

Direktur Informasi Kepabean dan Cukai Dirjen Bea dan Cukai menyatakan bahwa hampir 100 persen bahan kimia diimpor dari luar negeri. Sebaliknya, belum ada satu pun laporan ekspor bahan kimia berkategori B3 yang didata dan dilaporkan KLH.

Sementara itu, pembicara selanjutnya dari Unit Pelayanan Terpadu KLH memaparkan bagaimana mekanisme pelayanan terpadu dalam proses registrasi B3 dan rekomendasi pengangkutan B3. Kemudian Asdep Pengelolaan B3 memaparkan perihal registrasi dan notifikasi negara pengimpor atau swasta yang memasukkan B3.

Pada hari kedua (20/8) acara Bimbingan Teknis Pengelolaan B3 menampilkan dua pembicara dari swasta dan dua pembicara dari KLH. Salah satu pembicara dari Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kemenhub, mengangkat materi Kebijakan Transportasi Nasional Terkait Pengangkutan B3.  Dalam pemaparannya, pihak Kemenhub memaparkan tentang pemberian izin layak jalan jika instansi terkait telah memberikan surat rekomendasi dari KLH. Surat rekomendasi KLH ini diberikan kepada Dirjen Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kemenhub. Selanjutnya mereka hanya menilai proses kelayakan kendaraan saja. Izin kelayakan jalan ini dapat diperpanjang tanpa melarang usia kendaraan.

Akan tetapi, dalam diskusi yang terjadi akhirnya berkembang harapan agar usia kendaraan juga masuk dalam rancangan peraturan pemerintah tentang B3 yang baru. Pasalnya, jika batas usia kendaraan angkutan orang saja sudah dibatasi, apalagi angkutan B3. Sudah seharusnya angkutan B3 dibatasi karena sangat berbahaya jika usia kendaraannya tidak diatur.

Oleh sebab itu, KLH tetap melakukan metode pemantauan sendiri selama proses 6 bulan sekali sampai 1 tahun sekali. Pemantauan dimulai dari proses datangnya B3, proses dibawanya B3, dan proses sampainya B3 kepada penerima. Selain itu, penerima juga wajib memberikan laporan. Bukan hanya proses penyimpanannya saja, melainkan juga proses pengolahannya. (Ry/D/F/editor: Asdep Komunikasi)


Source : http://www.menlh.go.id/bimbingan-teknis-pengelolaan-b3/

Selasa, 18 November 2014

IPTEK DAN LINGKUNGAN



Siapa sangka biji salak yang selama ini terbuang percuma dan dianggap tak ada guna dapat menjadi bahan energi alternatif. Di tangan dua pelajar kreatif dari SMAN 1 Bawang, Banjarnegara, Jawa Tengah, biji salak dijadikan briket di tengah melonjaknya harga elpiji.

Ide inovatif Afidian Sikta dan Anisa Nurhidayah muncul kala melihat banyaknya limbah biji salak di wilayah Banjarnegara. Kabupaten ini memang salah satu sentra penghasil salak baik pondoh atau lokal terbesar di Jawa Tengah.

Hasil karya mereka dinamakan briket biji salak ampas kelapa dan sereh (bibilakaks). Nah, dari tadinya yang tersia-siakan itu, kini biji salak dapat bermanfaat dan digunakan sebagai bahan bakar untuk kebutuhan rumah tangga.


"Untuk satu bibilakaks dapat untuk melakukan pembakaran hingga 2 jam untuk 4 tabung bibilakaks. Sementara untuk 1 tabung membutuhkan hingga 20 butir biji salak," kata Afidian.

Menurut dia, pembuatan briket tersebut dilakukan dengan pembakaran biji salak untuk menjadi arang. Setelah itu, arang biji salak direkatkan dengan olahan bahan campuran lainnya seperti sereh, dan ampas kelapa dan dikeringkan. Setelah itu, satu tabung briket dengan diameter sekitar 4 sentimeter dan panjang 10 sentimeter siap untuk digunakan.

"Kita sudah mencoba untuk memasak, aroma sereh dari briket akan menambah wangi masakan," ucap Afidian.

Ternyata, inovasi 2 pelajar yang berupa briket biji salak tak hanya memiliki sisi kegunaan ekonomis. Prestasi akademik juga disabet dari karya ini. Terbukti, dalam ajang Lomba Karya Ilmiah remaja (KIR) tingkat Provinsi Jawa Tengah, bibilakaks karya Afidian Sikta dan Anisa Nurhidayah mempu menjadi yang terbaik dan menyabet juara satu tingkat provinsi.

Source :
http://news.liputan6.com/read/2109470/2-pelajar-banjarnegara-ubah-biji-salak-jadi-energi

PENDUDUK DAN TINGKAT PENDIDIKAN


Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Anies Baswedan menerima sejumlah perwakilan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Koalisi Pendidikan, di kantor Kemendikbud, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat pada Jumat (14/11).

Pertemuan tersebut digelar untuk membahas mengenai masalah azas dan mutu pendidikan di Indonesia, serta realisasi pembenahan dalam segala lini pada aspek dunia pendidikan yang digawangi Kemendikbud sebagai penanggung jawabnya.

Dalam pemaparannya, Koordinator ICW Febri Hendri mengatakan ada sejumlah aspek yang difokuskan pihaknya, mengenai kondisi dunia pendidikan di Indonesia saat ini. Seperti masalah Kurikulum 2013 yang memerlukan evaluasi dalam metode dan substansinya, masalah relevansi ujian nasional terkait manfaat penyelenggaraannya, serta masalah korupsi dalam dunia pendidikan di Indonesia.

"Kami dari ICW telah merangkum sejumlah modus korupsi dalam dunia pendidikan, yang kerap terjadi dalam sejumlah sektor, seperti misalnya sektor Dana Alokasi Khusus (DAK), dana buku, infrastruktur sekolah, gaji guru, dana operasional, sarana dan prasarana sekolah, infrastruktur disdik, bahkan sampai penyusunan APBD untuk setiap dinas pendidikan di berbagai daerah," kata Febri dalam pemaparannya di Kemendikbud pada Jumat (14/11).

Febri mengatakan bahwa korupsi dalam dunia pendidikan ini merupakan malapetaka yang sangat dahsyat. Karena dengan adanya korupsi pada sejumlah sektor di dunia pendidikan, maka segala program yang dibuat menjadi tidak terasa manfaatnya, seperti misalnya program sekolah gratis.
"Seharusnya sekolah gratis itu benar-benar bisa menyediakan semua kebutuhan para peserta didik, sehingga mereka tidak perlu dipusingkan lagi mengenai biaya apapun, dan bisa fokus belajar," kata Febri.

"Maka kami di sini ingin memberi semacam PR berupa masukan kepada pihak Kemendikbud, dimana kami harapkan ke depannya Kemendikbud bisa segera membuat strategi nasional dalam memberantas korupsi, terutama di dunia pendidikan itu sendiri," katanya menambahkan.

Sementara itu perwakilan dari Koalisi Pendidikan, Jimmy Paat mengatakan, pihaknya ingin memberikan evaluasi mengenai kualifikasi guru, dengan menekankan fokus pada Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK). Dirinya juga membahas mengenai aspek kesejahteraan guru dan tenaga pengajar, terutama para guru honorer, agar bisa lebih diperhatikan oleh pihak Kemendikbud.

Selain itu, Jimmy juga meminta ketegasan dari Menteri Anies Baswedan, untuk menghapus ujian nasional, terkait ketidakefisienan penyelenggaraan serta manfaat di balik pelaksanaannya yang memakan biaya cukup tinggi tersebut.

"Terkait kualifikasi guru, kami akan memberikan masukan kepada pihak Kemendikdasmen, agar tidak segan menutup LPTK yang tidak memiliki standar. Hal ini menjadi penting, mengingat guru merupakan ujung tombak di dunia pendidikan. Kami juga berharap Kemendikbud bisa memberikan stimulus kepada para kepala sekolah dan pengawas sekolah, agar bisa melakukan pemantauan terkait kualitas gurunya" kata Jimmy.

"Kami juga ingin memberikan rekomendasi mengenai kesejahteraan para guru, terutama yang masih tenaga honorer, serta ketegasan dari Pak Anies sebagai menteri untuk meniadakan ujian nasional karena efektivitas dan efisiensi penyelenggaraannya sudah tidak relevan lagi," kata Jimmy menambahkan.

Menanggapi berbagai masukan dari pihak-pihak tersebut, Anies Baswedan mengucapkan banyak terima kasih kepada para peserta diskusi. Dirinya juga menekankan bahwa dunia pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, dan segenap lapisan masyarakat.

"Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama, di mana seluruh lapisan masyarakat harus bergotong royong dalam melaksanakannya. Saya terima semua berkas masukan ini, untuk dipelajari kembali sampai pertemuan kita selanjutnya nanti," kata Anies sambil menutup acara diskusi tersebut.

Source : 
http://www.merdeka.com/peristiwa/curhat-kondisi-pendidikan-di-indonesia-icw-temui-menteri-anies.html